Rabu, 19 November 2008

Panorama Hill Dituding Langgar Perda Tata Ruang

Uluwatu, Warga masyarakat di Lingkungan Jl Raya Uluwatu, Kuta Selatan, menuntut agar pembangunan Kondominium Panorama Hill dihentikan. Alasannya gedung yang dirancang berlantai lima itu melanggar konsep Tri Hita Karana sebagaimana diatur dalam Perda Tata Ruang.

Bangunan yang kini dalam proses pembangunan itu dinilai melanggar sejumlah ketentuan, diantaranya Perda Provinsi Bali No.3 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang pasal 30 ayat 1 huruf e pon 2, jo keputusan Bupati Badung No.639 Tahun 2003 tanggal 6 Mei 2003 Bab VII pasal 14 angka 2.

Dalam ketentuan tersebut secara jelas dan tegas disebutkan bahwa tinggi bangunan dibatasi maksimal setinggi 15 meter dari permukaan bumi. Sedangkan kenyataannya, warga masyarakat menemukan bahwa ketinggian bangunan itu di bagian barat adalah 19,6 meter dari permukaan tanah. Bahkan di bagian Timur juga dipersiapkan bangunan setinggi 35,6 meter.

Atas pelanggaran tersebut, sekitar 9 warga masyarakat sekitar bangunan menuntut agar pembangunan kondominium tersebut segera dihentikan. Kesembilan warga masyarakat tersebut diantaranya I Wayan Selamat, I Made Mintil, I Wayan Rendi, I Wayan Cakra, I Ketut Konci, I Made Ping, I Wayan Pong, Uswati Yusida SH, dan Pascal Michel Philippe Lalanne.

Menanggapi hal itu, tokoh LSM Bali, Ir I Gusti Ketut Puriarta atau yang akrab dipanggil Gus Krobo sangat menyayangkan kejadian ini.

Menurutnya, selama Perda yang berlaku masih membatasi ketinggian bangunan hanya maksimal 15 meter seharusnya dijalankan dengan baik.

“Kalau memang benar bahwa ketinggian bangunan itu melebihi batas yang ditetapkan Perda, maka keberanian Pemkab Badung mengeluarkan Perda itu harus dipertanyakan,” tandas pendiri LSM Manikaya Kauci ini di Denpasar, hari ini (30/7).

Kalau dicermati dengan baik, menurut Gus Krobo, Pemkab seringkali melakukan pelanggaran dalam mengeluarkan IMB. “Seharusnya Pemkab berhati-hati sebelum mengeluarkan ijin prinsip atau IMB. Sangat disayangkan kalau pemerintah kemudian melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri. Ini meruntuhkan kewibawaannya sendiri, ” tandas Ketua Banteng Muda Indonesia (BMI) Bali ini.

Kalau memang tuntutan perkembangan memaksa untuk melakukan pembangunan di atas 15 meter, jelas Gus Krobo, maka seharusnya ubah dulu Perda-nya.

“Jangan main kuasa. Karena itu masyarakat yang dirugikan harus berani melakukan gugatan secara hukum, agar pelanggaran semacam ini tidak berulang terus menerus,” tegasnya.

Hal senada dikemukakan anggota DPRD Provinsi Bali, I Gusti Indraprasta Manuaba. Politisi Partai Perhimpunan Indonesia Baru yang akrab dipanggil Gus Indra ini mengingatkan agar Perda Tata Ruang harus ditegakkan. Menurutnya, tidak ada alasan apapun bagi pemerintah atau pihak manapun untuk melakukan pelanggaran Perda.

“Kalau sampai pelanggaran demi pelanggaran dibiarkan terus, maka akan menjadi preseden buruk. Dalam jangka panjang, hal ini akan merugikan masyarakat Bali secara keseluruhan,” ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, seluruh masyarakat, khususnya stake holder pariwisata harus ikut berperan aktif dalam melakukan pengawasan. “Kita hidup di negara hukum, jadi jangan takut melakukan tindakan hukum kalau memang dirugikan,” tuturnya. (ctg/*)

www.beritabali.com

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Mantap! Mengingat Bali saat ini dalam serbuan investasi memang dibutuhkan orang yang konsisten untuk menjaga Bali dari arogansi kekuasaan dan modal seperti yang terjadi di Geothermal Bedugul, Villa di Pantai Kelating, Hotel Vitalife di Wongaya Betan, Penebel. Dan saya yakin Gus Krobo adalah orangnya...terima kasih


Serapan Aspirasi