Selasa, 25 November 2008

Hubungan Wakil Rakyat dan Konstituen

Permasalahan keterwakilan merupakan pilar penting yang menopang keberadaan sistem demokrasi perwakilan. Secara historis jenis demokrasi perwakilan berkembang sejalan dengan kompleksitas masyarakat yang tidak lagi memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan. Hal inilah yang memicu pemikiran para teoritisi untuk menggagas adanya mekanisme “perwakilan” dimana para anggota masyarakat mewakilkan kepentingannya dalam proses pengambilan keputusan melalui wakil-wakilnya yang dipilih melalui mekanisme pemilu. Baik sistem majoritarian, atau yang di Indonesia sering disebut dengan sistem distrik maupun sistem proporsional merupakan dua jenis utama dari banyak sistem pemilihan yang digunakan oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi perwakilan.

Sejak pemilu 2004, Indonesia mulai menerapkan sistem pemilu Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka sebagai pengganti sistem pemilu pada tahun 1999 yang menggunakan sistem pemilu Proporsional dengan Daftar Calon Tertutup. Perubahan mekanisme pemilu ini dilakukan berdasarkan salah satu pertimbangan utama bahwa selama ini sistem proporsional daftar tertutup cenderung memberikan kekuasaan yang terlalu besar bagi partai politik, terutama DPP (Dewan Pimpinan Pusat), untuk menjaring dan menentukan calon anggota legislatif sehingga kemudian kepentingan lokal dari para pemilih menjadi terabaikan. Selain itu magnitudo daerah pemilihan yang diukur dengan banyaknya jumlah kursi, sering juga disebut sebagai faktor lain yang menentukan perhatian para anggota dewan terhadap konstituen yang diwakilinya.

Sistem Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka, diperkirakan merupakan sebuah solusi yang ditawarkan untuk mengurangi terjadi permasalahan tersebut. Melalui mekanisme ini partai politik mengajukan para calon dalam daftar dan masyarakat yang memilih langsung calon yang memilih akan menjadi wakil rakyat dari daerahnya. Namun sayangnya sistem proporsional daftar terbuka kita tidak dilakukan secara konsisten. Hanya calon yang peroleh suara mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP) yang dapat dinyatakan terpilih, selain dari itu ditetapkan berdasarkan urutan daftar calon yang disusun oleh parpol. Kesenjangan wakil rakyat pilihan konstituen dan parpol masih banyak terjadi. Untuk mengakomodasi kepentingan daerah, mulai pemilu tahun 2004, dibentuk pula Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang secara fungsional mereprentasikan kepentingan masing – masing provinsi di tingkat nasional. Anggota DPD dipilih melalui sistem SNTV (Single Non-Transferable Vote), pemilih memberikan suaranya hanya untuk satu calon, dimana empat pemenang suara terbanyak akan mewakili provinsi bersangkutan di DPD. Untuk lebih menjamin terwakilan daerah, tidak seperti anggota DPR/DPRD, anggota DPD disyaratkan domisili minimal. Sekurang –kurangnya calon anggota DPD harus telah tinggal selama 3 tahun secara berturut-turut atau 10 tahun sejak berusia 17 tahun di provinsi yang diwakilinya.

Dengan sistem pemilihan yang baru konsep daerah pemilihan menjadi lebih jelas. Walaupun magnitudonya yang dirasakan masih terlalu besar, namun kejelasan masyarakat mana yang diwakili oleh seorang anggota dewan, mereka tinggal di wilayah mana saja, aspirasi masyarakat mana yang perlu diperjuangkan, dan kepada siapa wakil rakyat harus akuntabel, dengan daerah pemilih sekarang semakin nyata. Dengan kondisi ini seharusnya, para anggota dewan akan lebih mudah menangkap apa persoalan konstiuennya, dan sebaliknya masyarakat juga akan lebih tahu kepada anggota yang mana aspirasi mereka perlu disampaikan.

Tanggungjawab sebagai wakil rakyat mengharuskan mereka untuk menjalin komunikasi secara intensif dengan konstituennya untuk mengetahui berbagai perubahan maupun permasalahan yang terjadi. Dengan komunikasi politik yang berjalan baik , para wakil rakyat tersebut akan memiliki kemampuan untuk menghimpun informasi , kemudian melakukan identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan yang ada serta memikirkan kemungkinan-kemungkinan tawaran solusi yang mungkin diajukan. Tanpa komunikasi yang efektif antara konstituen dengan anggota legislatif ,maka akan terjadi kemacetan dalam sistem politik yang mengakibatkan aspirasi dan kepentingan konstituen tidak terwujud. Kemacetan ini seringkali berakibat pada munculnya cara-cara penyaluran aspirasi dengan menggunakan metode lain seperti demontrasi bahkan cara-cara yang melibatkan kekerasan.

Dalam sebuah sistem politik yang berjalan baik, para wakil rakyat akan mampu melakukan fungsinya untuk melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan konstituen yang diwakilinya sebagai in-put dalam proses melaksanakan fungsi – fungsinya di dewan. Out-put yang dihasilkan dari proses pengolahan kebijakan di parlemen mencerminkan proses tawar-menawar dalam perdebatan di parlemen sebagai wujud kinerja wakil rakyat dalam memperjuangkan aspirasi konstituen yang diwakilinya. Out-put dapat berarti pula peningkatan pemahaman konstituen tentang agenda dan bagaimana pemerintahan bekerja, pengetahuan tentang program pemerintah dan kemana konstituen dapat memperoleh bantuan dan mendapat akses yang diperlukan, pemahaman kemana dapat memberikan masukan terhadap program pemerintah, dan mendapatkan asistensi atau rujukan terhadap permasalahan legal ataupun sosial yang dihadapi. Disini mekanisme umpan–balik (feed-back) memainkan peran penting agar proses politik dapat berjalan secara kontinyu. Dari produk yang dikeluarkan oleh parlemen inilah maka konstituen dapat memberikan penilain apakah wakil rakyat yang telah dipilihnya benar-benar mewakili kepentingan konstituen yang bersangkutan. Kunci keberhasilan dari mekanisme ini sekali lagi adalah apabila wakil rakyat berhasil membangun komunikasi yang efektif dengan konstituen yang diwakilinya. Beberapa langkah dapat dilakukan oleh para wakil rakyat untuk melakukan komunikasi dengan konstituen yang efektif.

Pertama, menciptakan tata tertib DPR/D maupun DPD yang dapat menjadi acuan serta standar dalam kegiatan komunikasi dengan konstituen. Peraturan perundang – undangan sekarang, sama sekali tidak menyebutkan mekanisme kegiatan komunikasi dengan konstituen tersebut secara jelas. Sehingga kiranya diperlukan sebuah acuan legal yang dapat menjadi standar pengaturan mekanisme tersebut. Tata tertib tersebut paling tidak harus memuat hal-hal seperti : batasan kegiatan komunikasi dengan konstituen, hak dan kewajiban anggota legislatif dalam melakukan kegiatan komunikasi tersebut, hak dan kewajiban konstituen dalam berpartisipasi dalam kegiatan komunikasi dengan anggota legislative tersebut serta adanya sanksi bagi semua pihak yang melanggar aturan yang telah ditetapkan mengenai kegiatan komunikasi dengan konstituen tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan tata tertib tersebut adalah sikap keberpihakan terhadap kepentingan konstituen agar dapat mengkomunikasikan aspirasi dan kepentingannya kepada anggota legislatif. Sehingga tata tertib tersebut diupayakan tidak terlalu birokratis sehingga kemudian justru menyulitkan komunikasi antara para wakil rakyat dengan konstituennya.

Kedua, pengaturan kunjungan dan pertemuan dengan konstituen. Hal ini harus dilakukan oleh para wakil rakyat dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti luas wilayah yang diwakilinya serta kebutuhan khusus yang dimiliki oleh konstituennya. Dengan demikian para wakil rakyat tersebut dapat memperhitungkan frekuensi kunjungan dan pertemuan agar berjalan secara efektif dan efesien. Untuk mencapai tujuan ini kiranya para wakil rakyat tersebut juga harus memastikan bahwa konstituen mengetahui kapan dan dimana pertemuan terbuka tersebut akan dilaksanakan. Pertemuan terbuka bagi masyarakat di daerah pemilihan telah dimulai oleh CETRO dialakukan di tingkat Kabupaten di 5 provinsi pada tahun 2002, dan oleh IFES bersama mitra lokalnya di Sumut pada awal 2005. Namun gagasan pembuka ini, tidak kedengaran ditindaklanjuti oleh para anggota dewan sendiri.

Tidak kalah pentingnya adalah format pertemuan yang harus dilakukan secara informal sehingga dapat memberikan peluang baik secara psikologis maupun kultural pada konstituen untuk menyampaikan aspirasinya. Selain melakukan pertemuan konstituen dalam bentuk pengumpulan massa , para wakil rakyat hendaknya juga tidak segan-segan melakukan kunjungan dengan metode canvassing atau door-to-door. Hal ini dapat membantu menciptakan suasana yang lebih informal dan pribadi. Melalui metode ini maka para wakil rakyat dapat melihat dari dekat kehidupan dan masalah yang dihadapi oleh konstituennya sehari-hari. Para wakil rakyat tentu dapat juga menggunakan berbagai organisasi aktif (ormas, keagamaan, buruh, LSM, usaha dll) yang ada di daerah pemilihan untuk dapat mendapatkan informasi, permasalahan, dan aspirasi yang berkembang di konstituennya. Sering kita akan memperoleh informasi dari pihak – pihak yang memang langsung berada dan aktif mendampingi masyarakat setempat. Jangan kita hanya puas dengan mendapatkan informasi dari perwakilan parpol kita ataupun pihak pemerintah setempat. Karena itu anggota dewan perlu memiliki daftar dan kontak berbagai organisasi yang aktif di daerah pemilihannya.

Ketiga, membuka peluang bagi konstituen untuk menyampaikan aspirasinya berdasarkan inisiatif pribadi. Hal ini dapat dilakukan apabila para wakil rakyat menyadari posisi sebagai “pelayan kepentingan publik”. Para wakil rakyat misalnya dapat menyediakan alokasi waktu khusus di kantor mereka baik di DPR maupun di DPRD. Konstituen seharusnya juga dapat mengundang para wakil rakyat tersebut untuk datang pada pertemuan yang dilakukan atas dasar inisiatif konstituen, seperti mengundang konstituen ke sekolah-sekolah untuk melakukan tatap muka dan berdialog dengan calon atau para pemilih pemula serta melakukan pendidikan politik. Sementara itu bagi konstituen yang mengalami kesulitan untuk menyalurkan aspirasinya dengan metode tatap muka seperti ini, maka dapat dibuka peluang bagi konstituen untuk mengirimkan surat atau melakukan hubungan telepon dengan para wakil rakyat. Hal ini akan sangat terbantu dengan dukungan fasilitas kelembagaan seperti pembukaan kantor konstituen di daerah yang diwakili oleh wakil rakyat tersebut. Dengan mempekerjakan staf secara tetap yang bertugas menerima keluhan masyarakat baik melalui surat maupun telpon diharapkan proses tindak lanjut (follow-up) tersebut dapat berjalan secara kontinyu hingga sampai ke tingkatan menjalankan fungsi mereka di parlemen. Melalui pembukaan kantor konstituen ini kiranya dimungkinakan terjadinya kerjasama lintas partai antara para wakil rakyat yang mewakili sebuah daerah pemilihan tertentu. Tanggungan dana operasional dapat dilakukan secara bersama-sama antara para wakil rakyat yang mewakili daerah pemilihan tersebut. Kiranya tambahan tunjangan perbulan (Rp 10 juta) yang mulai diperoleh akhir tahun ini, seharusnya dapat mendanai kantor konstituen. Rumah aspirasi yang sudah dimulai sebagai percontohan di beberapa provinsi oleh DPD, dapat dikembangkan lebih jauh sebagai satu alternatif lain.

Keempat, melalui pemanfaatan media massa. Hal ini dapat dilakukan mengingat media massa memiliki jaringan dan daya jangkau yang cukup luas terhadap konstituen terutama mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Pemanfaatan media massa ini dapat dilakukan dalam bentuk dialog interaktif baik di radio maupun televisi yang menghadirkan para wakil rakyat tersebut. Bekerjasama dengan media cetak setempat juga akan sangat berguna untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat lebih luas di daerah pemilihan tentang apa saja yang telah dilakukan dan permasalahan yang dihadapi wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya, perkembangan dalam pemerintahan, serta informasi yang dapat berguna terutama dalam mendapatkan bantuan terhadap masalah – masalah yang dihadapi oleh konstituen.

Langkah-langkah mengefektifkan komunikasi politik tersebut kiranya juga dapat dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap system demokrasi perwakilan sekaligus bentuk akuntabilitas para anggota dewan, dan ruang masyarakat menyampaikan aspirasi serta kontrolnya. Selanjutnya mekanisme reward and punishment tentu diharapkan akan berlaku melalui proses pemilu dimana kinerja wakil rakyat tersebut dinilai oleh konstituen yang memutuskan untuk memilih mereka kembali sebagai wakil rakyat di parlemen atau tidak pada pemilu selanjutnya.

guskrobo-center

Tidak ada komentar:


Serapan Aspirasi